Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Legenda Kisah Cinta dari Negeri Timur Layla dan Majnun

Legenda Kisah Cinta dari Negeri Timur Layla dan Majnun
Kisah Cinta Layla Majnun

Kisah Cinta Abadi Layla dan Majnun dari Negeri Timur

    Kisah ini diambil dari seorang penulis yang bernama Nizami Ganjavi, yang semasa kecilnya sudah menjadi yatim, beliau dibesarkan oleh pamannya hingga ia menjadi anak yang cerdas dan pintar  lalu dapat menguasai banyak hal dalam ilmu agama. Kisah dibawah ini merupakan kisah klasik dari negeri timur (Arab) yang sudah terkenal dan bahkan sudah melegenda

    Majnun dari Bani Amir adalah salah satu orang gila yang paling terkenal. Kabar tentangnya jelas dan mudah dicari. Bahkan kegilaannya lebih terkenal daripada namanya sendiri. Justru bila namanya disebut atau dinisbatkan pada ayahnya, menjadi tidak jelas. Orang-orang hanya berkata, “Majnun berkata ini. Majnun Bani Amir berbuat itu. Dan lain sebagainya." Para penyair mencelanya karena terang-terangan menunjukkan kegilaannya seraya mereka memuji diri mereka sendiri yang secara diam-diam menyembunyikan kegilaannya. Kami mendapatkan senandung syair dari Ali Sahal ibn Syahqur as-Sajazi sebagai berikut: Sebenarnya Majnun tidak gila seperti keadaannya sekarang melainkan mengalami sesuatu yang aku dulu pernah seperti dia Aku lebih unggul dari dia karena dia menampakkan kegilaannya sedangkan aku menyembunyikannya Saya mendapatkan senandung syair lain lagi sebagai berikut: Majnun Amir menunjukkan kegilaan dengan hasratnya Sedangkan aku menyembunyikan hasrat kegilaanku, maka aku mati dengan rasa gejolakku Jika di Hari Kiamat ada seruan, "Siapa yang dibunuh hasrat?" Aku akan maju sendirian.

Nama Asli Majnun dari Bani Amir

    "Majnun adalah Mahdi ibn al-Mulawwah ibn Mazahim ibn Qais ibn 'Adi ibn Rabi'ah ibn Jaʼdah ibn Ka'ab." Abu al-Abbas Muhammad ibn Yazid ibn 'Abdul Akbar berkata, “Majnun adalah Qais ibn Mu'adz." 

Cinta yang Membuat Majnun Hilang Akal

    Majnun Bani Amir ditanya, “Apa yang menyebabkanmu mencintai Laila?" Majnun menjawab, “Ketika aku mulai masuk masa mudaku dan menginjak masa remaja, aku lepas dari ekor masa bermain (kanak- kanak). Aku menatap dekat para gadis muda dan aku menyeru mereka, sehingga mereka tunggang langgang. Aku guncang ikatan mereka, namun mereka tidak melawan. Tiba-tiba tali-tali gadis dari Bani 'Udzrah mengikatku, cintanya membuatku lupa dan rindunya menggairahkanku." Lantas Majnun bersenandung: 

Aku hanya melihat Laila sekejap Di bukit Mina saat ia melemparkan kerikil jamrah Saat ia melempar, tersingkaplah bajunya Terlihat ujung jemarinya dengan kuku-kuku bercat Ketahuilah, Ummu Malik, ke mana engkau pergi Arahku adalah mengikuti angin yang berembus (Diwan al-Majnûn, hlm. 79.)  

   Karena Laila, aku terjaga hingga pagi seperti melihat subuh dengan ketidakberdayaan menggapai bintang yang tenggelam di barat.  Laila ditanya, “Apakah cintamu pada Majnun lebih besar daripada cintanya padamu?" Laila menjawab, “Justru cintaku padanya (yang lebih besar)." Laila ditanya, "Bagaimana bisa?" Laila menjawab, “Karena cintanya padaku terkenal. Sedangkan cintaku padanya tersembunyi."  

    Ibnu al-Kalabi menyebutkan bahwa Majnun, ketika mulai berupaya mendekati Laila, duduk di depan rumah Laila seharian sambil berbicara. Dia melihat Laila menolak dirinya dan menerima selainnya. Tingkah Laila ini membuatnya gundah. Laila mengetahui hal itu, lalu menerima Majnun dan berkata, Yang ditampakkan pada manusia adalah yang menjengkelkan Yang dirasakan pemiliknya menetap (di hati) Majnun terjatuh dan pingsan. Lalu dia senantiasa merasakan cinta, hingga hilang akal. 

    Ibnu Musahiq berusaha mempercayai orang-orang yang mengatakan Majnun telah gila. Ibnu Musahiq lantas mendatangi rumah penampungan orang gila. Di sana dia melihat seorang laki-laki telanjang. Ibnu Musahiq memberinya pakaian tapi justru disobek oleh orang gila itu. Ibnu Musahiq bertanya tentang orang gila itu, lantas diceritakanlah kisah di atas. Ibnu Musahiq memanggilnya, tapi dia tidak menyahut sama sekali. Orang-orang lalu memberitahu Ibnu Musahiq, “Jika engkau ingin mengembalikan akalnya, sebutlah nama Laila." Ketika Ibnu Musahiq menyebut nama Laila, akal Majnun kembali. Ibnu Musahiq merasa sedih dan berkata, "Saya akan menikahkan kalian berdua." Majnun berjalan bersama Ibnu Musahiq menuju kabilahnya Laila. Ketika kabilahnya Laila mendengar kabar tentang Majnun mereka mengangkat senjata dan berkata, "Orang gila tidak boleh masuk ke kabilah kami.” 

    Ibnu Musahiq memberi jaminan seribu unta untuk mereka, namun mereka menolak. Karena itu, Majnun kembali gila. Sementara Laila dinikahkan oleh ayahnya dengan anggota kaumnya sendiri. Hal itu mengacaukan hati Majnun dan terciptalah syair: 

"Demi Allah! Demi Allah! Aku bekerja keras memikirkan apa sebenarnya dosaku pada Laila, aku heran Demi Allah aku tidak tahu, mengapa engkau memutusku Dosa apa yang aku perbuat padamu, Laila? Haruskah aku potong pertalian, yang kematian ada di baliknya? Ataukah kuminum air liur kalian yang tak pantas diminum? 

Haruskah aku pergi menyendiri hingga tak punya tetangga? aku harus berbuat apa atau aku tunjukkan kegilaanku hingga tak sadar? Apakah suara kita masih dapat bertemu setelah kita mati Saat di balik kita, kuburan dengan tanah menggunduk? Dibawah naungan bunyi tulangku yang basah meski aku hanya seutas tali, suara Laila akan selalu bergema dan berisik  

Kekasih yang Mengadu dari Hati yang Saling Mencintai

    Hisyam ibn Muhammad al-Kalabi berkata, Saya diberitahu bahwa Majnun pernah mendatangi kampungnya Laila diam-diam. Majnun menuju perempuan yang mengetahui kisah kasihnya dengan Laila. Majnun mengadu pada perempuan tersebut tentang kegelisahannya dan kesabarannya yang menipis. Perempuan itu merasa kasihan pada Majnun dan berjanji pada menyatukan mereka berdua. Maka perempuan itu meminta izin pada ibunya Laila untuk berbicara dengan Laila. Ibu Laila mengizinkannya dan mempertemukan Laila dengan Majnun. Maka Majnun menangis dan mengadu. Begitu juga Laila, menangis dan mengadu. Majnun membuat syair untuk Laila, begitu pula sebaliknya. Ketika mereka hendak berpisah, Majnun menyatakan syair berikut ini: Jika rumah dekat, aku paksakan bisa datang Jika jauh maafkan aku, jauh dekat aku takkan lupa Jika kekasih berjanji, hasrat bertambah untuk menunggunya Jika dia tidak berjanji, aku akan mati di atas janji  

    Al-Ashma'i berkata, Saya diberitahu bahwa keluarga Qais (Majnun) memberitahu ayah Qais,"Carilah dokter untuknya, barangkali dia dapat mengetahui kondisinya."Dokter didatangkan kepadanya dan memeriksanya. Setelah dokter tahu apa yang terjadi padanya, dokter pun meninggalkannya. Maka Qais bersyair, dan Berkata: 

    Wahai dokter jiwa jika engkau memang dokternya Lembutlah pada jiwa yang telah dikeringkan kekasihnya ini Apa saja yang menumbuhkan cinta pada Laila yang menarikku Selainnya hanyalah debu yang menaburkan sedih dari hatinya Tapi aku memenuhi panggilan orang yang memanggilku Meski aku hanyalah gema dari batu yang memantulkan jawaban Apakah engkau akan mengusir jiwa hanya lantaran dia membencimu Padahal sedikit sekali ia mendapatkan perhatian darimu (Dalam Diwan al Majnun 70-112)

    Al-Ashma'i mengatakan bahwa keluarga besar Qais berkata kepada ayahnya, “Sebaiknya engkau membawa Qais naik haji, lalu berdoa kepada Allah, semoga saja ia melupakan Laila. Ayah Qais pun membawa bersama Qais. Ketika dia sedang melontar jamrah ada suara yang memanggil dari kemah, "Wahai, Laila!" Saat itu juga, Qais jatuh dan pingsan. Lalu dia sadar dan menyatakan syair berikut ini, (Dîwan al-Majnûn, hlm. 162 dan 163.) 

Seseorang menyeru ketika kami ada di bukit Mina Bergejolaklah kegundahan kalbuku, orang itu tidak tahu la memanggil nama Laila meski maksudnya orang lain Tapi aku merasa Laila beterbangan di kalbuku Jika ia disebut maka hatiku berdekam mendengarnya Seperti burung saat kuyup oleh hujan yang turun 

    Junaid berkata, "Majnun dipenjara bersama Laila.” Lalu, Majnun diperintah, “Keluarlah.” Tapi Majnun menjawab, "Saya tidak akan keluar, karena bersama kekasih di penjara lebih baik daripada perpisahan." Namun Majnun tetap dikeluarkan dari penjara. Orang-orang datang dan mendukungnya agar berada satu malam lagi di penjara bersama Laila. Lantas Majnun bersyair,

Malamnya pencinta bersama kekasih adalah siang Hari-hari yang berlalu pun terasa sebentar Majnun juga berkata, Penjaraku bersama kekasih adalah surga Firdaus Nerakaku bersama kekasih adalah cahaya hati  

    Abu Ubaidah berkata, “Saya diberitahu bahwa Said ibn al-Ash ibn Abi Rabi'ah bersahabat dengan Qais. Ketika melihat kondisi Qais dan apa yang dialaminya, Said berkata, 'Engkau telah mempermalukan dirimu dan kerabatmu, serta kau sudah dijuluki gila. Sekiranya engkau berupaya melupakan Laila, menyibukkan diri dengan perburuan dan bercengkerama dengan rekan-rekan, maka hatimu akan terhibur." Qais alias Majnun menjawab, "Bagaimana aku melupakannya bila aku tidak melihat sesuatu kecuali bayangannya?" Lantas Qais bersyair: 

Aku ingin melupakan Laila Namun ia seolah menjelma dalam anganku dengan segala cara Maka jangan kau permalukan aku, wahai Said! Karena aku, demi Tuhan, hanya hancur sedikit .

    Khalid ibn Kultsum berkata, "Qais pernah berpapasan dengan dua orang pemburu yang telah mendapatkan rusa dan mengikat keempat kakinya. Ketika Qais melihat rusa tersebut memberontak dalam ikatan, Qais menangis dan berkata, 'Lepaskanlah rusa itu.' Para pemburu menolak. Qais kembali berkata, 'Sebagai gantinya, untuk kalian ambillah dombaku.'" Dua pemburu itu menyerahkan rusa itu kepada Qais dan Qais menerimanya, lantas melepaskannya, seraya bersyair, dan berkata:

Wahai yang senasib dengan Laila! Jangan kau pandangi aku! Bunga air terjun tidak akan memujimu Engkau serupa dengan Laila kecuali satu hal, Engkau punya tanduk atau berkaki kecil 

    Ibnu al-Kalabi berkata, “Qais berbincang dengan sekelompok orang dari kaumnya. Mereka berkata,“Apakah cinta yang telah mengubahmu menjadi sedemikian kurus?' Qais menjawab, 'Demi Allah! Tak ada penyakit pada diriku selain cinta. Kemudian Qais pingsan. Salah seorang dari kabilahnya berkata,"Ini bukan cinta melainkan kegilaan." Karena itu, Qais bersyair kembali dengan berkata: 

Aku bercengkerama dengan sekumpulan orang; berbincang bersama Aku tersadar setelah sebelumnya tertimpa petaka Aku pingsan saat aku bersama kalian Hingga rekanku berkata, "Kamu gila" 

Posting Komentar untuk "Legenda Kisah Cinta dari Negeri Timur Layla dan Majnun"